Saturday, February 28, 2009

Kotak Harpa

Alkisah pada zaman dahulu kala, ada dua orang tunanetra, tua dan muda yang saling bergantung hidup. Setiap hari mereka mencari nafkah dengan bermain harpa. Suatu hari, tunanetra tua yang menjadi guru tunanetra muda itu jatuh sakit, ia tahu dirinya tidak lama lagi akan meninggal. Maka ia memanggil tunanetra yang muda ke sisi tempat tidur menggenggam erat tangannya dan dengan berat berkata.

“Nak, saya ada satu rahasia di sini, bisa membuatmu melihat kembali, sudah saya simpan di dalam kotak harpa. Tetapi harus kamu ingat. Harus menunggu sampai putus dawai yang keseribu baru boleh dikeluarkan, jika tidak, maka kamu tidak akan dapat melihat cahaya terang.”

Dengan berlinang air mata tuna netramuda itu berjanji pada gurunya , yang akhirnya dengan tersenyum pergi selama-lamanya. Dari hari ke hari, tahun demi tahun, tunanetra muda hanya mengingat pesan gurunya, setiap hari terus bermain harpa. Setiap putus satu dawai ia menyimpannya selalu mengingat dalam hati. Setelah dengan susah payah dia menanti sampai dawai yang keseribu itu putus, tunanetra muda sudah memasuki usia senja, menjadi orang tua yang banyak mengalami kegetiran hidup. Dengan kegembiraan hati menggebu-gebu, serta dengan tangan gemetar membuka kotak harpa dan membuka rahasia itu.

Namun, orang lain memberi tahu padanya bahwa itu adalah secarik kertas putih. Tidak ada apapun di kertas itu, air matanya berlinang jatuh di atas kertas. Tetapi ia tersenyum. Apakah si gurunya itu telah membohonginya? Mengapa malah tersenyum memegangi kertas putih yang tidak ada isinya itu, sebab sesaat ia mengeluarkan rahasia itu ia sudah mengerti akan maksudnya.

Rahasia yang diberi gurunya itu adalah rahasia yang tidak dibubuhi tulisan, merupakan rahasia yang tidak bisa dicuri orang. Hanya dia sejak muda memetik hingga putus dawai yang keseribu kemudian baru bisa memahami makna rahasia itu yang sesungguhnya rahasia itu adalah cahaya harapan, yaitu cahaya dalam kegelapan yang tak bertepi dalam penderitaan yang tak berujung itu.

Gurunya membantu menyalakan pelita harapan untuknya, seandainya tidak ada pelita ini mungkin sejak dulu ia sudah ditelan dalam kegelapan dan jatuh dalam penderitaan. Justru karena dukungan pelita inilah ia baru bisa bertahan terus memetik harga putus dawai yang keseribu.

Ia sangat berharap dapat melihat terang dan dalam hatinya selalu mempunyai keyakinan yang teguh, ia menganggap kegelapan itu tidak selamanya asalkan ia terus berusaha. Sesungguhnya, hatinya sudah benar-benar terang, terakhir apakah bisa melihat cahaya dunia kembali? Baginya sudah tidak penting lagi, banyak sekali orang yang memiliki sepasang mata terang, tetapi dalam benaknya malah sebuah hati yang gelap.

No comments:

Post a Comment